Tanda di terimanya Puasa
Dengan tibanya hari raya idul fitri, berarti bulan puasa telah pamit.
Bulan di mana setiap amal sunah dihitung seperti pahala amal fardlu, bulan di mana diturunkannya Alquran dan malam yang lebih utama dibanding seribu bulan, bulan yang barangsiapa memberi makan orang berbuka puasa maka dosanya diampuni serta terbebas dari api neraka, dan banyak hal hebat lainnya.
Dari sekian amal ibadah itu, termasuk ibadah puasanya, apakah diterima Allah Swt?
Jawaban:
Pada dasarnya urusan diterima dan tidaknya merupakan hak prerogatif bagi Allah SWT, hanya saja Ulama’ memberikan tanda-tanda diterimanya suatu ibadah.
Imam Ibnu Rajab dalam kitab karangan beliau menjelaskan, bahwa termasuk tanda-tanda diterimanya Puasa Ramadhan adalah kembali berpuasa setelah bulan Ramadhan (6 hari di Bulan Syawal).
{ لطائف المعارف لابن رجب الحنبلى }
ومنها: أن معاودة الصيام بعد صيام رمضان علامة على قبول صوم رمضان فإن الله إذا تقبل عمل عبد وفقه لعمل صالح بعده، كما قال بعضهم: ثواب الحسنة الحسنة بعدها فمن عمل حسنة ثم اتبعها بعد بحسنة كان ذلك علامة على قبول الحسنة الأولى كما أن من عمل حسنة ثم اتبعها بسيئة كان ذلك علامة رد الحسنة وعدم قبولها.
Kembali berpuasa setelah puasa Ramadlan adalah “pertanda diterimanya puasa Ramadlan”. Karena Allâh Ta’âlâ ketika menerima amal seorang hamba, Allah memberi pertolongan kepada hamba-Nya untuk beramal shalih setelahnya.
Sebagian Ulama’ berkata:
Pahala kebaikan adalah melakukan kebaikan setelahnya. Orang yang melakukan perbuatan baik, lalu setelahnya ia menyusuli dengan perbuatan baik lainnya, itu merupakan pertanda diterimanya perbuatan baik yang pertama.
Sebagaimana orang yang melakukan perbuatan baik lalu ia menyusuli dengan perbuatan jelek, itu adalah pertanda ditolaknya perbuatan baik (sebelumnya).
Imam Ibnu Atha’illah dalam Al-Hikam menyatakan; bahwa ciri-ciri diterimanya puasa atau suatu ibadah adalah ia merasakan kenyamanan ibadah tersebut.
من وجد ثمرة عمله عاجلاً فهو دليل على وجود القبول اجلا
“Siapa yang merasakan buah amalnya di dunia maka itu bukti bahwa amalnya diterima di akhirat.”
Syekh Abu Turab an-Nakhsyabi dalam Hilyatul Awliya (Juz 10, halaman 50) juga menjelaskan,
{ حلية الأولياء الجزء العاشر ص ٥٠ }
إذا صدق العبد فى العمل وجد حلاوته قبل أن يعمله وإذا أخلص فيه وجد حلاوته وقت مباشرة العمل.
Ketika amal ibadah seorang hamba sudah benar, maka akan menemukan kenikmatannya sebelum ia melakukan. Dan jika ia ikhlas maka akan merasakan kenikmatan saat melakukannya.
Bagaimanapun, amal ibadah yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan secara konsisten. Dalam satu hadis dijelaskan,
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ قَالَ وَكَانَتْ عَائِشَةُ إِذَا عَمِلَتْ الْعَمَلَ لَزِمَتْهُ
“Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus (dilakukan) meskipun sedikit.” Al Qasim berkata; Dan Aisyah, bila ia mengerjakan suatu amalan, maka ia akan menekuninya.” (HR Muslim, no : 1306)
Wallahu A’lam bis Showab
Pondok Pesantren Al Hikmah Darussalam
Durjan Kokop Bangkalan


Amin