Sikap saat Silaturrahmi namun Puasa
Bertamu dalam keadaan melakukan Puasa Sunnah adalah tantangan tersendiri. Pasalnya tuan Rumah tidak segan menyuguhi hidangan karena tidak tahu kita sedang Puasa. Bagaimanakah sikap kita yang berpuasa dalam kondisi demikian?
Jawaban
Sunah membatalkan Puasa Sunnah bila dikhawatirkan bisa menyinggung perasaan tuan Rumah (bila tetap berpuasa), bahkan ia tetap mendapatkan Pahala Puasa nya.
Jika tidak menyebabkan tersinggung maka disunnahkan tidak membatalkan puasanya.
Imam Ghazali berkata, “Disunnahkan berniat untuk untuk menyenangkan perasaan tuan rumah saat membatalkan puasa tersebut”.
Referensi:
{ فتح المعين صفحه ٤٩٣ }
يُنْدَبُ الْأَكْلُ فِي صَوْمِ نَفْلٍ وَلَوْ مُؤَكَّدًا لِإِرْضَاءِ ذِي الطَّعَامِ بِأَنْ شَقَّ عَلَيْهِ إِمْسَاكُهُ وَلَوْ آخِرَ النِّهَارِ لِلْأَمْرِ بِالْفِطْرِ وَيُثَابُ عَلَى مَا مَضَى وَقَضَى نَدْبًا يَوْمًا مَكَانَهُ فَإِنْ لَمْ يَشُقُّ عَلَيْهِ إِمْسَاكُهُ لُمْ يُنْدَبِ الْإِفْطَارُ بَلِ الْإِمْسَاكُ أَوْلَى قَالَ الْغَزَالِي: يُنْدَبُ أَنْ يَنْوِيَ بِفِطْرِهِ إِدْخَالَ السُّرُوْرِ عَلَيْهِ.
“Disunahkan membatalkan dengan makan ketika puasa sunah meskipun puasanya sangat dianjurkan dalam rangka melegakan pemberi makanan. Hal itu dilakukan ketika ia merasa sulit untuk tetap melanjutkan puasanya, meskipun telah di penghujung hari. Membatalkan itu adalah perintah dan ia akan mendapatkan pahala puasa yang telah dilakukannya. Ia juga dianjurkan untuk menqadlai di lain hari. Namun apabila ia tidak merasa sulit mempertahankan puasanya, maka tidak dianjurkan membatalkan puasa dan hal itu lebih utama. Imam al-Ghazali menambahkan, saat membatalkan puasanya disunahkan berniat membahagiakan orang yang memberikan makanan.”
{ كفاية الاخيار الجزء الاول ص ٢٠٨ }
وَمَنْ شَرَعَ فِي صَوْمِ تَطَوُّعٍ لَمْ يَلْزَمْهُ إِتْمَامُهُ وَيُسْتَحَبُّ لَهُ الْاِتْمَامُ فَلَوْ خَرَجَ مِنْهُ فَلَا قَضَاءَ لَكِنْ يُسْتَحَبُّ وَهَلْ يُكْرَهُ أَن يَخْرُجَ مِنْهُ نَظَرٌ إِنْ خَرَجَ لِعُذْرٍ لَمْ يُكْرَهْ وَإِلَّا كُرِهَ وَمِنَ الْعُذْرِ أَن يُعِزَّ عَلَى مَنْ يُضِيْفُهُ امْتِنَاعَهُ مِنَ الْأَكْلِ
“Orang yang berpuasa sunah tidak wajib menyelesaikannya. Akan tetapi ia dianjurkan untuk menyelesaikannya. Apabila ia membatalkan puasa sunah di tengah jalan, tidak ada keharusan qadha baginya, tetapi hanya dianjurkan (qadha). Apakah membatalkan puasa sunah itu makruh? permasalahan ini patut dipertimbangkan. Apabila ia membatalkannya karena uzur, maka tidak makruh. Tetapi jika tidak karena udzur tertentu, maka pembatalan puasa sunah makruh. Dan di antara contoh uzur ialah penghormatan kepada orang yang menjamunya yang dapat mencegahnya untuk makan.”
Wallahu a’lam bisshowab.
Pondok Pesantren Al Hikmah Darussalam
Durjan Kokop Bangkalan